1. Penyimpangan terhadap Konstitusi
Salah satu tujuan penyusunan konstitusi adalah membatasi kekuasaan Negara. Dengan adanya konstitusi, penyelenggara Negara diharapkan dapat menggunakan kekuasaannya secara bertanggung jawab.
Dalam kenyataannya, ada banayak penyimpangan dalam pelaksanaan konstitusi kita. Berikut akan dikemukakan sejumlah penyimpangan konstitusi yang terjadi pada masa UUD 1945 (Konstitusi I), Konstitusi RIS 1949, UUDS 1950
Penyimpangan konstitusi paling parah terjadi pada masa berlakunya UUD 1945 (Konstitusi I), baik pada masa Orde Lama (1945 – 1949 1959 – 1966) maupun Orde Baru (1967 – 1998).
Penyimpangan relatif kecil pada masa berlakunya Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950. Bahkan, penyimpangan terhadap konstitusi pada masa Konstitusi RIS 1949 bisa dikatakan tidak ada. Ini karena Konstitusi RIS 1949 hanya berlangsung beberapa bulan (Desember 1949 – Agustus 1950)
Penyimpangan yang mencolok pada masa UUDS 1950 adalah praktik adu kekuatan politik. Akibatnya, dalam rentan waktu 1950 – 1959 terjadi 7 kali pergantian kabinet. Selain itu, ada pertentangan tajam dalam Konstituante yang merembet ke masyarakat, termasuk partai politik.
Pada masa Orde Lama dan Orde Baru, ada begitu banyak penyimpangan konstitusi. Adapun bentuk – bentuk penyimpangan UUD 1945 pada masa Orde Lama, misalnya :
- Kekuasaan presiden dijalankan secara sewenang – wenang. Hal ini terjadi karena kekuasaan MPR, DPR, dan DPA yang pada waktu itu belum dibentuk dilaksanakan oleh presiden.
- MPRS menetapkan presiden menjadi presiden seumur hidup. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan mengenai masa jabatan presiden
- Pimpinan MPRS dan DPR diberi status sebagai menteri . dengan demikian, MPR dan DPR berada di bawah presiden
- Pimpinan MA diberi status sebagai menteri, ini merupakan penyelewengan terhdap prinsip bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka
- Presiden membuat penetapan yang isinya semestinya diatur dengan undang – undang (yang harus dibuat bersama DPR). Dengan demikian, presidrn melampaui kewenangannya
- Pembentukan lembaga Negara yang tidak diatur dalam konstitusi, yaitu Front Nasional
- Presiden membubarkan DPR, padahal menurut konstitusi, Presiden tidak bisa membubarkan DPR
- Terjadi pemusatan kekuasaan di tangan presiden, sehingga pemerintahan dijalankan secara otoriter
- Berbagai lembaga kenegaraan tidak berfungsi sebagaimana mestinya, hanya melayani keinginan pemerintah (presiden)
- Pemilu dilaksanakan secara tidak demokratis, pemilu hanya menjadi sarana untuk mengukuhkan kekuasaan presiden, sehingga presiden terus menerus dipilih kembali
- Terjadi monopol penafsiran Pancasila. Pancasila ditafsirkan sesuai keinginan pemerintah untuk membenarkan tindakan – tindakannya.
- Pembatasan hak hak politik rakyat, seperti hak berserikat, berkumpul, dan berpendapat
- Pemerintah campur tangan terhadap kekuasaan kehakiman, sehingga kekuasaan kehakiman tidak merdeka
- Pembentukan lembaga lembaga yang tidak terdapat dalam konstitusi, yaitu Kopkamtib yang kemudian menjadi Bakorstanas
- Terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme yang luar biasa parahnya sehingga merusak segala aspek kehidupan, dan berakibat pada terjadinya krisis multidimensi
Berbagai penyimpangan terhadap konstitusi memberikan pelajaran berharga, terutama bagi kehidupan berkonstitusi di masa depan. Ada beberapa pelajaran berharga yang bisa dipetik dari berbagai penyimpangan konstitusi tersebut, di antaranya :
- Rumusan ketentuan dalam konstitusi sebaiknya tegas, tidak kabur, supaya tidak menimbulkan penafsiran bermacam – macam
- Perlu ada jaminan HAM yang lebih tegas dan terinci dan perlu ada pembatasan kekuasaan presiden yang lebih jelas
- Perlu ada lembaga yang berwenang menafsirkan konstitusi, menguji undang undang dan sengketa antarlembaga Negara
- Perlu ada saling kontrol antarlembaga tinggi Negara
- Lembaga peradilan harus diatur sedemikian rupa sehingga bebas dari campur tangan pihak lain (independen)
Konstitusi yang digunakan selama ini, terutama UUD 1945 (konstitusi I) ,mengandung kelemahan mendasar. Konstitusi tersebut member ruang bagi berbagai penyimpangan, baik terjadi pada masa Orde Lama maupun pada masa Orde Baru
Sebuah konstitusi yang baik seharusnya mampu
- Membatasi kekuasaan penguasa
- Melindungi hak asasi (HAM) warga Negara
Kenyataannya, pada masa berlakunya UUD 1945, kekuasaan penguasa justru makin besar, kasus pelanggaran HAM warga Negara sering terjadi.
Berikut adalah beberapa kelemahan mendasar UUD 1945 :
- Isi ketentuan dalam UUD 1945 terlalu singkat, sehingga pengaturan suatu masalah tidak lengkap dan tegas. Akibatnya, banyak dibuat aturan hokum yang isinya justru memperbesar kekuasaan pemerintah.
- Ada ketentuan ketentuan yang tidak jelas/kabur. Misalnya tentang jabatan presiden. Dikatakan bahwa presiden menjabat selama 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali. Karena tidak jelas berapa kali masa jabatan, amat sulit dilakukan pergantian presiden.
- Memberi porsi kekuasaan terlalu besar kepada presiden, tanpa diikuti kontrol yang memadai
- Tidak ada jaminan hak asasi warga Negara (HAM) yang lengkap dan rinci dalam konstitusi tersebut. Akibatnya, pemerintah dengan seenaknya melanggar HAM warga Negara
Berbagai kekurangan mendasar itu menunjukkan perlunya perubahan UUD 1945. Dengan kata lain, UUD 1945 perlu diamandemen. Sebab, bila tidak dilakukan amndemen, berbagai penyimpangan konstitusi di masa lalu akan terulang kembali di masa depan.
Andhina Pramienda Putri 8D / 4
artikelnya membntu banget, kalo bisa diberi sumber referensi agar lebih bisa dipertanggungjawabkan isinya...
BalasHapusmengapa sering terjadi praktik penyimpangan konstitusi dalam praktek penyelengaraan negara?
BalasHapus