Senin, 24 Januari 2011

Pengertian Amandemen UUD 1945

Amandemen adalah proses perubahan terhadap ketentuan dalam sebuah peraturan. Berupa penambahan maupun pengurangan/penghilangan ketentuan tertentu. Amandemen hanya merubah sebagai ( kecil ) dari peraturan. Sedangkan penggantian peraturan terhadap ketentuan dalam UUD 1945.
Amandemen UUD 1945 dilakukan sebanyak 4 kali. Keempat tahap amandemen tersebut adalah sebagai berikut:
  • Amandemen pertama: dalam sidang umum MPR oktober 1999
  • Amandemen kedua: dalam sidang tahunan MPR tahun 2000
  • Amandemen ketiga: dalam sidang tahunan MPR oktober 2001
  • Amandemen keempat: dalam siding tahunan MPR Agustus 2002


A.      Amandemen pertama menyakut 5 persoalan pokok. Kelima persoalan itu meliputi:
-  perubahan tentang lembaga pemegang kekuasaan membuat undang-        
   undang
-  perubahan tentang masa jabatan presiden
-  perubahan tentang hak prerogative presiden
-  perubahan tentang fungsi menteri
-  perubahan redaksional
         B.   Amandemen kedua dilakukan terhadap 9 persoalan. Kesembilan persoalan tersebut meliputi pengaturan mengenai:
                  - Wilayah Negara
                  - hak hak asasi manusia
                  - DPR
                  - Pemerintahan Daerah
                  - Pertahan dan keamanan
                  - Lambang Negara
                  - Lagu kebangsaan
             C.  Amandemen ketiga berkenaan dengan 16 persoalan pokok. Persoalan itu meliputi:
                  - Kedaulatan rakyat
                  - tugas MPR
                  - syarat syarat presiden dan wakil presiden
                  - Pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung
                  - pemberentian Presiden
                  - Presiden berhalangan tetap
                  - kekosongan wakil presiden
                  - perjanjian internasional
                  - kementrian Negara
                  - DPD
                  - Pemilihan umun
                  - APBN,pajak dan keuangan Negara
                  - Badan pemeriksa keuangan
                  - Kekuasaan kehakiman dan Mahkamah Agung
                  - Komisi yudisial
                  - Mahkamah Konstitusi
            D.  Amandemen keempat berkenaan dengan 12 persoalan. Persoalan tersebut adalah:
                  - komposisi keanggotaan MPR
                  - pemilu presiden dan wakil presiden
                  - presiden dan wakil presiden tidak dapat menjalankan kewajiban dalam masa jabatan secara bersamaan
                  - dewan pertimbangan yang bertugas member nasihat presiden
                  - mata uang
                  - Bank sentral
                  - badan badan lain dalam kekuasan kehakiman
                  - Pendidikan
                  - Kebudayaan

Bagi pendukungnya, amandemen tersebut dinilai sebagai keberhasilan. Tidak demikian halnya bagi penentangnya. Menurut mereka, semestinya UUD 1945 ( konstitusi  1 ) tidak perlu diamandemenkan.

Lady Ziana Adinda 8D

Penyimpangan Konstitusi

1. Penyimpangan terhadap Konstitusi

Salah satu tujuan penyusunan konstitusi adalah membatasi kekuasaan Negara. Dengan adanya konstitusi, penyelenggara Negara diharapkan dapat menggunakan kekuasaannya secara bertanggung jawab.
Dalam kenyataannya, ada banayak penyimpangan dalam pelaksanaan konstitusi kita. Berikut akan dikemukakan sejumlah penyimpangan konstitusi yang terjadi pada masa UUD 1945 (Konstitusi I), Konstitusi RIS 1949, UUDS 1950

Penyimpangan konstitusi paling parah terjadi pada masa berlakunya UUD 1945 (Konstitusi I), baik pada masa Orde Lama (1945 – 1949 1959 – 1966) maupun Orde Baru (1967 – 1998).
Penyimpangan relatif kecil pada masa berlakunya Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950. Bahkan, penyimpangan terhadap konstitusi pada masa Konstitusi RIS 1949 bisa dikatakan tidak ada. Ini karena Konstitusi RIS 1949 hanya berlangsung beberapa bulan (Desember 1949 – Agustus 1950)
Penyimpangan yang mencolok pada masa UUDS 1950 adalah praktik adu kekuatan politik. Akibatnya, dalam rentan waktu 1950 – 1959 terjadi 7 kali pergantian kabinet.  Selain itu, ada pertentangan tajam dalam Konstituante yang merembet ke masyarakat, termasuk partai politik.
Pada masa Orde Lama dan Orde Baru, ada begitu banyak penyimpangan konstitusi. Adapun bentuk – bentuk penyimpangan UUD 1945 pada masa Orde Lama, misalnya :
  •  Kekuasaan presiden dijalankan secara sewenang – wenang. Hal ini terjadi karena kekuasaan MPR, DPR, dan DPA yang pada waktu itu belum dibentuk dilaksanakan oleh presiden.
  • MPRS menetapkan presiden menjadi presiden seumur hidup. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan mengenai masa jabatan presiden
  • Pimpinan MPRS dan DPR diberi status sebagai menteri . dengan demikian, MPR dan DPR berada di bawah presiden
  • Pimpinan MA diberi status sebagai menteri, ini merupakan penyelewengan terhdap prinsip bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka
  • Presiden membuat penetapan yang isinya semestinya diatur dengan undang – undang (yang harus dibuat bersama DPR). Dengan demikian, presidrn melampaui kewenangannya
  • Pembentukan lembaga Negara yang tidak diatur dalam konstitusi, yaitu Front Nasional
  • Presiden membubarkan DPR, padahal menurut konstitusi, Presiden tidak bisa membubarkan DPR


Sedangkan bentuk – bentuk penyimpangan UUD 1945 pada masa Orde Baru meliputi, antara lain 
  1. Terjadi pemusatan kekuasaan di tangan presiden, sehingga pemerintahan dijalankan secara otoriter
  2.  Berbagai lembaga kenegaraan tidak berfungsi sebagaimana mestinya, hanya melayani keinginan pemerintah (presiden)
  3.  Pemilu dilaksanakan secara tidak demokratis, pemilu hanya menjadi sarana untuk mengukuhkan kekuasaan presiden, sehingga presiden terus menerus dipilih kembali
  4. Terjadi monopol penafsiran Pancasila. Pancasila ditafsirkan sesuai keinginan pemerintah untuk membenarkan tindakan – tindakannya.
  5. Pembatasan hak hak politik rakyat, seperti hak berserikat, berkumpul, dan berpendapat
  6. Pemerintah campur tangan terhadap kekuasaan kehakiman, sehingga kekuasaan kehakiman tidak merdeka
  7. Pembentukan lembaga lembaga yang tidak terdapat dalam konstitusi, yaitu Kopkamtib yang kemudian menjadi Bakorstanas
  8. Terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme yang luar biasa parahnya sehingga merusak segala aspek kehidupan, dan berakibat pada terjadinya krisis multidimensi   

 2. Pelajaran dari Pengalaman Penerapan Konstitusi di Masa Lalu

Berbagai penyimpangan terhadap konstitusi memberikan pelajaran berharga, terutama bagi kehidupan berkonstitusi di masa depan. Ada beberapa pelajaran berharga yang bisa dipetik dari berbagai penyimpangan konstitusi tersebut, di antaranya :
  1.         Rumusan ketentuan dalam konstitusi sebaiknya tegas, tidak kabur, supaya tidak menimbulkan penafsiran bermacam – macam
  2.    Perlu ada jaminan HAM yang lebih tegas dan terinci dan perlu ada pembatasan kekuasaan presiden yang lebih jelas
  3.     Perlu ada lembaga yang berwenang menafsirkan konstitusi, menguji undang undang dan sengketa antarlembaga Negara
  4.    Perlu ada saling kontrol antarlembaga tinggi Negara
  5.    Lembaga peradilan harus diatur sedemikian rupa sehingga bebas dari campur tangan pihak lain (independen)

Konstitusi yang digunakan selama ini, terutama UUD 1945 (konstitusi I) ,mengandung kelemahan mendasar. Konstitusi tersebut member ruang bagi berbagai penyimpangan, baik terjadi pada masa Orde Lama maupun pada masa Orde Baru
Sebuah konstitusi yang baik seharusnya mampu
  •    Membatasi kekuasaan penguasa    
  •  Melindungi hak asasi (HAM) warga Negara

Kenyataannya, pada masa berlakunya UUD 1945, kekuasaan penguasa justru makin besar, kasus pelanggaran HAM warga Negara sering terjadi.
Berikut adalah beberapa kelemahan mendasar UUD 1945 :
  •  Isi ketentuan dalam UUD 1945 terlalu singkat, sehingga pengaturan suatu masalah tidak lengkap dan tegas. Akibatnya, banyak dibuat aturan hokum yang isinya justru memperbesar kekuasaan pemerintah.
  •  Ada ketentuan ketentuan yang tidak jelas/kabur. Misalnya tentang jabatan presiden. Dikatakan bahwa presiden menjabat selama 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali. Karena tidak jelas berapa kali masa jabatan, amat sulit dilakukan pergantian presiden.
  • Memberi porsi kekuasaan terlalu besar kepada presiden, tanpa diikuti kontrol yang memadai
  • Tidak ada jaminan hak asasi warga Negara (HAM) yang lengkap dan rinci dalam konstitusi tersebut. Akibatnya, pemerintah dengan seenaknya melanggar HAM warga Negara

Berbagai kekurangan mendasar itu menunjukkan perlunya perubahan UUD 1945. Dengan kata lain, UUD 1945 perlu diamandemen. Sebab, bila tidak dilakukan amndemen, berbagai penyimpangan konstitusi di masa lalu akan terulang kembali di masa depan.

Andhina Pramienda Putri 8D / 4

Pancasila Sebagai Dasar dan Ideologi Negara


Sejarah Singkat Perumusan Pancasila
Pancasila tidak jatuh dari langit pada sidang BPUPKI ( Heuken, 1991). Pancasila sudah ada sejak lama dalam kehidupan masa lampau bangsa Indonesia. Ketika itu, masih dalam bentuk cara hidup sehari – hari masyarakat nusantara, belum dalam bentuk rumusan Pancasila. Itulah sebabnya Pancasila adalah pandangan hidup bangsa Indonesia sejak beratus – ratus tahun yang lalu.
Selanjutnya pada masa pergerakan nasional, berbagai organisasi politik mulai mendiskusikan dan memperdebatkan tentang nilai – nilai dasar kehidupan bernegara. Hal itu berlanjut menjelang dan sesudah proklamasi kemerdekaan, yaitu dalam sidang BPUPKI dan PPKI. Dalam kedua forum itulah akhirnya rumusan Pancasila disusun dan ditetapkan.
Harus diakui, Soekarno berperan sangat penting, terutama melalui pidatonya, Lahirnya Pancasila. Pidato tersebut memiliki nilai sejarah yang tinggi. Naskah pidato tersebut berisi alasan yang dalam dan kokoh perlunya mendasarkan negara Indonesia Merdeka pada Pancasila. Itulah sebabnya Soekarno sering disebut sebagai penggali Pancasila. Hal ini juga diakui oleh orang – orang yang terlibat dalam persidangan BPUPKI seperti Radjiman Wedyodiningrat, Ki Hajar Dewantara, Notonagoro, Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin.
Tetapi patut dicamkan bahwa naskah Pancasila yang asli dan final bukanlah yang terumuskan dalam naskah pidato Lahirnya Pancasila; melainkan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Naskah pidato tersebut penting sebagai salah satu dokumen sejarah untuk memahami Pancasila sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945.
Pancasila Sebagai Dasar Negara
Ada 2 kedudukan penting Pancasila. Pertama, Pancasila berkedudukan sebagai dasar negara. Kedua, Pancasila berkedudukan sebagai ideologi negara.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara bisa kita lihat dari 2 hal. Pertama, dari sejarah perumusannya. Kedua, dari segi hukum, yaitu pernyataan dalam Pembukaan UUD 1945.
Berdasarkan sejarah perumusannya, lahirnya Pancasila sesungguhnya merupakan upaya untuk menjawab pertanyaan Ketua Sidang BPUPKI ketika membuka Sidang Pertama, tanggal 29 Mei 1945. Dalam kesempatan itu, Radjiman Wedyodiningrat sebagai ketua sidang, mengajukan pertanyaan kepada peserta sidang, “ Negara yang akan kita bentuk, apa dasarnya ? “. Mengawali pidatonya tentang Pancasila, Soekarno lantas mengemukakan pada ketua sidang, “ Paduka tuan Ketua minta kepada sidang Dokuritsu Junbi Chosakai untuk mengemukakan dasar Indonesia Merdeka. Dasar inilah yang nanti akan saya kemukakan di dalam pidato saya ini. “
Selanjutnya dari segi hukum, dalam alinea ke 4 Pembukaan UUD 1945 terdapat ungkapan, “ ….berdasar kepada…., “ yang kemudian diikuti rumusan kelima sila Pancasila.
Demikian, bisa dikatakan bahwa baik dari segi sejarah maupun konstitusi, Pancasila berkedudukan sebagai dasar negara.
Sebagai dasar negara, Pancasila memiliki fungsi tertentu. 5 fungsi Pancasila sebagai dasar negara adalah sebagai berikut :
1.    Dasar berdiri dan tegaknya NKRI.
2.    Dasar kegiatan penyelenggaraan negara.
3.    Dasar partisipasi warga negara.
4.    Dasar pergaulan antar warga negara.
5.    Dasar dan sumber hukum nasional.
Dengan kata lain, sebagai dasar negara, Pancasila berfungsi sebagai dasar keberadaan negara serta dasar penyelenggaraan negara. Baik itu proses penyelenggaraan negara yang terkait dengan tugas dan tanggung jawab penyelenggara negara, kegiatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan negara, maupun hubungan antara warga negara dengan negara serta hubungan antarwarga negara.
Pancasila Sebagai Ideologi Negara
Ideologi negara adalah pedoman hidup dalam penyelenggaraan negara. Hakikat ideologi negara adalah : nilai – nilai dasar yang disepakati oleh mayoritas warga negara dan yang ingin diwujudnyatakan dalam kehidupan bernegara.
Pancasila merupakan ideologi negara, karena di dalamnya terdapat nilai – nilai dasar yang disepakati oleh mayoritas warga negara Indonesia dan ingin diwujudkan dalam kehidupan bernegara. Kesepakatan itu terjadi pada masa awal berdirinya negara Indonesia, yaitu dalam sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.
Makna Pancasila sebagai ideologi negara adalah Pancasila mampu memberikan arah, wawasan, asas dan pedoman dalam seluruh bidang kehidupan negara. Ada 4 fungsi Pancasila sebagai ideologi, yaitu :
1.                Mempersatukan bangsa, memelihara, dan mengukuhkan persatuan dan kesatuan
2.                Membimbing dan mengarahkan bangsa menuju tujuannya
3.                Memberikan tekad untuk memelihara dan mengembangkan identitas bangsa.
4.                Menyoroti kenyataan yang ada dan kritis terhadap upaya perwujudan cita – cita yang terkandung dalam Pancasila.
Dengan kata lain, sebagai ideologi negara, Pancasila berfungsi sebagai pedoman hidup bangsa Indonesia dalam menjaga keutuhan negara dan memperbaiki kehidupan bangsa Indonesia.
ORNELLA CHRISDANI ADHI
8D / 25

Minggu, 23 Januari 2011

Tata Urutan Perundang Undangan

Tata Urutan Perundang Undangan

Tata urutan perundang undangan menunjuk pada tinggi rendahnya kedudukan peraturan perundang undangan. Dalam peraturan perundang undangan harus jelas diketahui mana yang lebih tinggi dan mana yang lebih rendah. Karena itu peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, dan peraturan yang lebih tinggi akan dijabarkan dengan peraturan yang lebih rendah. Hal ini dimaksud untuk mewujudkan kepastian hukum
Dalam Tap MPR No III/MPR/2000 ada dua istilah penting yaitu sumber hukum dasar nasional yaitu Pancasila dan Batang Tubuh UUD 1945, dan tata urutan perundang undangan yaitu : 
  • UU no 10
  • UUD 1945
  • Ketetapan MPR
  • UU
  • Peraturan Pemerintah Pengganti UU
  • Peraturan Pemerintah
  • Keputusan Presiden
  • Peraturan Daerah
Landasan Berlakunya Peraturan Perundang-undanganPeraturan perundang-undangan yang akan dibentuk  di negara Republik Indonesia harus berlandaskan kepada: 
a.   Landasan Filosofis
Setiap penyusunan peraturan perundang-
undangan harus  memperhatikan cita-cita moral dan 
cita hukum sebagaimana diamanatkan oleh   Pancasila.  
Nilai-nilai yang bersumber pada pandangan  filosofis 
 Pancasila, yakni :
1).   Nilai-nilai religius bangsa Indonesia yang terang-
kum dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
2). Nilai-nilai hak-hak asasi manusia dan penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan sebagaimana terdapat dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3). Nilai-nilai kepentingan bangsa secara utuh, dan kesatuan hukum nasional seperi yang terdapat di 
dalam sila Persatuan Indonesia,
4). Nilai-nilai demokrasi dan kedaulatan rakyat, sebagaimana terdapat di dalam sila Kerakyatan yang 
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan 
5). Nilai-nilai keadilan, baik individu maupun sosial seperti yang tercantum dalam sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b.   Landasan Sosiologis
Pembentukan peraturan perundang-undangan   harus sesuai  dengan kenyataan dan kebutuhan   masyarakat. 
c. Landasan Yuridis
Menurut Lembaga Administrasi Negara landasan yuridis dalam pembuatan peraturan perundang-
undangan memuat keharusan:
1). adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan,
2). adanya kesesuaian antara jenis dan materi muatan peraturan perundang-undangan,
3). mengikuti cara-cara atau prosedur tertentu,
4). tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya
Prinsip-prinsip Peraturan Perundang-Undangan Lembaga Administrasi Negara menyatakan, bahwa prinsip-prinsip yang mendasari  pembentukan peraturan perundang-undangan, adalah :
a. Dasar yuridis (hukum) sebelumnya.Penyusunan peraturan perundang-undangan harus mempunyai landasan yuridis yang jelas, peraturan perundang-undangan yang disusun tersebut dapat batal demi hukum. Adapun yang dijadikan landasan yuridis adalah selalu peraturan perundang-undangan, sedangkan hukum lain hanya dapat dijadikan bahan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan tersebut. 
b. Hanya peraturan perundang-undangan tertentu saja yang dapat dijadikan landasan yuridis.Tidak semua peraturan perundang-undangan dapat dijadikan landasan yuridis. Peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan dasar yuridis adalah peraturan yang sederajat atau yang lebih tinggi dan terkait langsung dengan peraturan perundang-undangan yang akan dibuat.
c. Peraturan perundang-undangan hanya dapat diha-pus, dicabut, atau diubah oleh peraturan perundang-undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi. 
d. Peraturan Perundang-undangan baru mengesampingkan peraturan perundang-undangan lama.
Dengan dikeluarkannya suatu peraturan perundang-undangan baru, maka apabila telah ada peraturan perundang-undangan sejenis dan sederajat yang telah diberlakukan secara otomatis akan dinyatakan tidak berlaku.  Prinsip ini dalam bahasa hukum dikenal dengan istilah lex posteriori derogat lex priori.
e. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.Peraturan perundang-undangan yang secara hierarki lebih rendah kedudukannya dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka secara otomatis dinyatakan batal demi hukum. Contoh suatu keputusan menteri tidak dibenarkan bertentangan dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang, dan undang-undang tidak boleh bertentangan dengan  UUD 1945.
f. Peraturan Perundang-undangan yang bersifat khusus mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum.Apabila terjadi pertentangan antara peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus dan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum yang sederajat tingkatannya, maka yang dimenangkan adalah peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus (prinsip lex specialist lex ge-neralist). Misalnya bila ada masalah korupsi dan terjadi pertentangan antara undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang korupsi dengan KUHP, maka yang berlaku adalah UU no. 20 tahun 2001.
g. Setiap jenis peraturan perundang-undangan materinya berbeda Setiap UU yang dikeluarkan pemerintah hanyamengatur satu obyek tertentu saja.  Contoh undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 2004 mengatur masalah Kehakiman, UU nomor 5 tahun 2004 mengatur Mahkamah Agung,  Mahkamah Konstitusi diatur dalam undang-undang  nomor 24 tahun 2003. Jadi sekalipun ketiga lembaga tersebut sama-sama bergerak di bidang hukum namun materinya berbeda, sehingga diatur oleh  undang-undang yang berbeda.Disahkannya UU RI Nomor  4 tahun 2004 tentang Pokok-Pokok Kehakiman, maka UURI tentang Pokok-pokok Kehakiman yang lama yaitu UU RI nomor 14tahun 1974 dan nomor 35 tahun 1999 
Tata Urutan  Peraturan Perundang-Undangan.Sejak Indonesia merdeka tangal 17 Agustus 1945 ada beberapa peraturan  yang mengalami tata urutan perundang-undangan, yaitu :  
Pertama, Ketetapan MPRS nomor XX/MPRS/1966 tentang “Memorandum DPR-GR mengatur “Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia”. 
Kedua, pada era reformasi, MPR telah mengeluarkan produk hukum yang berupa Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000  tentang “Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan”. 
Ketiga pada tahun 2004 melalui UU RI no. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.Lahirnya UU RI no. 10 tahun 2004 tidak terlepas dari tuntutan reformasi di bidang hukum. MPR pada tahun 2003 telah mengeluarkan Ketetapan nomor 1/MPR/2003 tentang   Peninjauan kembali terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan tahun 2002. Berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat (19) Ketetapan MPR No.I/MPR/2003, maka status dan kedudukan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 digolongkan pada Ketetapan MPRS yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut. Sedangkan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 adalah tergolong Ketetapan MPR yang tetap berlaku sampai dengan terbentuknya undang-undang (sebagaimana dinyatakan dalam pasal 4 ayat (4) ).Pada tahun 2004 lahir Undang-undang nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, di dalam pasal 7 ayat (1) undang-undang tersebut dicantumkan mengenai Jenis dan Hierarki. Peraturan Perundang-undangan. Dengan demikian, maka TAP MPR No. III/MPR/2000 otomatis dinyatakan tidak berlaku.  Rumusan pasal 7 ayat (1) Undang-undang nomor 10 tahun 2004 sebagai berikut:
1. Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar  Negara Kesatuan Republik Idonesia Tahun  1945
b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)
c. Peraturan Pemerintah
d. Peraturan Presiden
e. Peraturan Daerah (Perda)
2. Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 
(1) huruf e meliputi :
a. Peraturan Daerah Provinsi  dibuat oleh DPRD Provinsi bersama dengan Gubernur
b. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh DPRD Kabuapetn/Kota bersama Bupati/Walikota
c. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya 
bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
3. Ketentuan mengenai tata cara pembuatan Peraturan 
Desa/peraturan yang setingkat diatur oleh peraturan daerah/Kabupaten/Kota yang bersangkutan
4. Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaan-
nya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi.
5. Kekuatan hukum Peraturan perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud 
pada ayat (1).
Untuk lebih memahami tata urutan peraturan per-undang-undangan sebagaimana diatur pasal 7 ayat (1) UU RI No. 10 tahun 2004 cermati uraian  berikut :
1. Undang-Undang Dasar 1945Undang-Undang Dasar 1945 merupakan Hukum Dasar tertulis Negara Republik Indonesia dan berfungsi sebagai sumber hukum tertinggi. L.J. van Apeldoorn menyatakan Undang-Undang Dasar adalah bagiantertulis dari suatu konstitusi. Sedangkan E.C.S. Wade menyatakan Undang-Undang Dasar adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dan badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan 
tersebut. 
Miriam Budiardjo, menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar memuat ketentuan-ketentuan mengenai 
organisasi negara, hak-hak asasi manusia, prosedur mengubah UUD, dan memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari Undang-Undang Dasar.Ditetapkannya Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Konstitusi negara Republik Indonesia merupakan:
a. bentuk konsekuensi dikumandangkannya kemerdekaan yang menandai berdirinya suatu negara 
baru. 
b. wujud  kemandirian suatu negara yang tertib dan teratur. 
c. mengisi dan mempertahankan kemerdekaan. Undang-Undang Dasar pada umumnya berisi 
hal-hal sebagai berikut :
a. Organisasi negara, artinya mengatur lembaga-lembaga apa saja yang ada dalam suatu negara dengan 
pembagian kekuasaan masing-masing serta prosedur penyelesaian masalah yang timbul di antara 
lembaga tersebut.
b. Hak-hak asasi manusia
c. Prosedur mengubah Undang-Undang Dasar,
d. Memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari undang-undang dasar, seperti tidak muncul 
kembali seorang diktator atau  pemerintahan kerajaan yang kejam. 
e. Memuat cita-cita rakyat dan asas-asas ideologi negara.
Dalam tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia, menurut Miriam Budiardjo, 
Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai kedudukan yang istimewa dibandingkan dengan undang-undang lainnya, hal ini dikarenakan :
a. UUD dibentuk menurut suatu cara istimewa yang berbeda dengan pembentukan UU biasa,
b. UUD dibuat secara istimewa untuk itu dianggap sesuatu yang luhur, 
c. UUD adalah piagam yang menyatakan cita-cita bangsa Indonesia dan merupakan dasar organisasi 
kenegaraan suatu bangsa,
d. UUD memuat garis besar tentang dasar dan tujuan negara.Sejak era reformasi UUD 1945 telah mengalami perubahan yang dilakukan melalui sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Perubahan pertama   tanggal 12 Oktober 1999, perubahan kedua tanggal 18 Agustus 2000, perubahan ketiga tanggal 9 November dan  perubahan keempat tanggal 10 Agustus 2002. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan dalam upaya menjawab tuntutan reformasi di bidang politik dan/atau ketatanegaraan. Konsekwensi perubahan terhadap UUD 1945 berubahnya struktur kelembagaan, baik dilihat dari fungsi maupun kedudukannya. Ada lembaga negara yang dihilangkan, ada juga lembaga negara yang baru. Lembaga yang dihilangkan adalah Dewan Pertimbangan Agung, lembaga yang baru di antaranya  Komisi Yudisial dan Mahkamah Konstitusi. 
2. Undang-undang
Undang-undang merupakan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan UUD 1945. 
Lembaa yang berwenang membuat UU adalah DPR bersama Presiden. Adapun kriteria agar suatu permasalahan diatur melalui Undang-Undang antara lain adalah:
a. UU dibentuk atas perintah ketentuan UUD 1945,
b. UU dibentuk atas perintah ketentuan UU terdahulu,
c. UU dibentuk dalam rangka mencabut, mengubah, dan menambah UU yang sudah ada,
d. UU dibentuk karena berkaitan dengan hak asasi manusia,
e. UU dibentuk karena berkaitan dengan kewajiban atau kepentingan orang banyak. 
Adapun prosedur pembuatan undang-undang adalah sebagai berikut: 
a. DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. 
b. Setiap Rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan 
bersama. 
c. Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat berasal dari DPR, Presiden, atau DPD. 
DPD dapat mengajukan kepada DPR, RUU yang berkaitan dengan:
a. otonomi daerah, 
b. hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, 
c. pengelolaan sumber daya alam, 
d. sumber daya ekonomi lainnya, dan
e. yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. 
3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
Peraturan Pemerintah penganti Undang-Undang (PERPU) dibentuk oleh presiden tanpa terlebih dahulu 
mendapat persetujuan DPR. PERPU dibuat dalam keadaan “darurat” atau mendesak karena permasalahan   yang muncul harus segera ditindaklanjuti. Setelah diberlakukan PERPU tersebut harus diajukan ke DPR untuk mendapatkan persetujuan. 
4. Peraturan Pemerintah
Untuk melaksanakan suatu undang-undang, dikeluarkan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah dibuat untuk  melaksanakan  undang-undang. Kriteria pembentukan  Peraturan Pemerintah adalah sebagai berikut :
a. Peraturan Pemerintah tidak dapat dibentuk tanpa adanya UU induknya. Setiap pembentukan Peraturan Pemerintah harus berdasarkan undang-undang yang telah ada. Contoh untuk 
melaksanakan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem 
Pendidikan Nasional dibentuk Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang  Standar 
Nasional Pendidikan.
b. Peraturan Pemerintah tidak dapat mencantumkan sanksi pidana, jika UU induknya tidak mencantumkan sanksi pidana. Apa yang diatur dalam PeraturanPemerintah harus merupakan rincian atau penjabaran lebih lanjut dari Undang-Undang induknya, jadi 
ketika dalam undang-undang itu tidak diatur masalah sanksi pidana, maka Peraturan Pemerintah-
nyapun tidak boleh memuat sanksi pidana.
c. Peraturan Pemerintah tidak dapat memperluas atau mengurangi ketentuan UU induknya. Isi atau 
materi Peraturan Pemerintah hanya mengatur lebihrinci apa yang telah diatur dalam Undang-Undang 
induknya.
d. Peraturan Pemerintah dapat dibentuk meskipun UU yang bersangkutan tidak menyebutkan secara tegas, asal Peraturan Pemerintah tersebut untuk melaksanakan UU.  Dibentuknya Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan undang-undang yang telah dibentuk. sekalipun dalam undang-undang tersebut tidak secara eksplisit mengharuskan dibentuknya suatu Peraturan Pemerintah.
5. Peraturan Presiden
Peraturan Presiden adalah peraturan yang dibuat oleh Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan 
negara sebagai atribut dari Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 
1945.Peraturan Presiden dibentuk untuk menyeleng-garakan pengaturan lebih lanjut perintah Undang-
Undang atau Peraturan Pemerintah baik secara tegas maupun tidak tegas diperintahkan pembentukannya.
6. Peraturan Daerah
Peraturan Daerah adalah peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten atau 
Kota, untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan dalam rangka 
melaksanakan kebutuhan daerah. Oleh karena itu dalam pembuatan Peraturan Daerah harus disesuaikan dengan kebutuhan daerah.  Materi Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan.


Sekian dan terimakasih





Nama : M.Ivan ghaffar
                   Kelas  :8D
                                                                         No. Absen : 21

Jumat, 21 Januari 2011

Hasil-Hasil Amandemen

Amandemen adalah perubahan resmi dokumen resmi atau catatan tertentu, terutama untuk memperbagusnya. Perubahan ini dapat berupa penambahan atau juga penghapusan catatan yang salah, tidak sesuai lagi. Kata ini umumnya digunakan untuk merujuk kepada perubahan pada konstitusi sebuah negara (amandemen konstitusional). 


Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.


Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.

Konstitusional merupakan prinsip-prinsip dasar politik serta hukum yang mencangkup struktur , prosedur, serta kewenangan/hak serta kewajiban. Karena itu, konstitusional sangat berhubungan erat dengan amandemen karena bertujuan untuk memperbaiki suatu catatan/dokumen penting suatu negara yang mencangkup bentuk, struktur, prosedur, agar lebih baik dari sebelumnya.

Reformasi menuntut dilakukannya amandemen atau mengubah UUD 1945 karena yang menjadi causa prima penyebab tragedi nasional mulai dari gagalnya suksesi kepemimpinan yang berlanjut kepada krisis sosial-politik, bobroknya managemen negara yang mereproduksi KKN, hancurnya nilai-nilai rasa keadilan rakyat dan tidak adanya kepastian hukum akibat telah dikooptasi kekuasaan adalah UUD Republik Indonesia 1945.

Itu terjadi karena fundamen ketatanegaraan yang dibangun dalam UUD 1945 bukanlah bangunan yang demokratis yang secara jelas dan tegas diatur dalam pasal-pasal dan juga terlalu menyerahkan sepenuhnya jalannya proses pemerintahan kepada penyelenggara negara.

Akibatnya dalam penerapannya kemudian bergantung pada penafsiran siapa yang berkuasalah yang lebih banyak untuk legitimasi dan kepentingan kekuasaannya. Dari dua kali kepemimpinan nasional rezim orde lama (1959 – 1966) dan orde baru (1966 – 1998) telah membuktikan hal itu, sehingga siapapun yang berkuasa dengan masih menggunakan UUD yang all size itu akan berperilaku sama dengan penguasa sebelumnya. 

Keberadaan UUD 1945 yang selama ini disakralkan, dan tidak boleh diubah kini telah mengalami beberapa perubahan. Tuntutan perubahan terhadap UUD 1945 itu pada hakekatnya merupakan tuntutan bagi adanya penataan ulang terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Atau dengan kata lain sebagai upaya memulai “kontrak sosial” baru antara warga negara dengan negara menuju apa yang dicita-citakan bersama yang dituangkan dalam sebuah peraturan dasar (konstitusi).

Perubahan konstitusi ini menginginkan pula adanya perubahan sistem dan kondisi negara yang otoritarian menuju kearah sistem yang demokratis dengan relasi lembaga negara yang seimbang. Dengan demikian perubahan konstititusi menjadi suatu agenda yang tidak bisa diabaikan. Hal ini menjadi suatu keharusan dan amat menentukan bagi jalannya demokratisasi suatu bangsa.

Realitas yang berkembang kemudian memang telah menunjukkan adanya komitmen bersama dalam setiap elemen masyarakat untuk mengamandemen UUD 1945. 

Dengan melihat kembali dari hasil-hasil perubahan itu, kita akan dapat dinilai apakah rumusan-rumusan perubahan yang dihasilkan memang dapat dikatakan lebih baik dan sempurna. 
Dalam artian, sampai sejauh mana rumusan perubahan itu telah mencerminkan kehendak bersama. Perubahan yang menjadi kerangka dasar dan sangat berarti bagi perubahan-perubahan selanjutnya. Sebab dapat dikatakan konstitusi menjadi monumen sukses atas keberhasilan sebuah perubahan.

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai badan/lembaga politik yang diposisikan “tertinggi” karena dianggap representasi dari kedaulatan rakyat adalah badan yang dianggap memiliki kewenangan melakukan perubahan UUD. Hal ini didasari pula pada ketetentuan pasal 37 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “untuk melakukan perubahan UUD ditentukan dan disetujui sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang hadir”. Ditambah ketentuan lain yang terdapat dalam pasal 3 UUD 1945 bahwa tugas dari MPR adalah menetapkan UUD, disamping memilih dan menetapkan Presiden dan Wapres serta membuat GBHN.
Sepanjang reformasi dalam sidang-sidangnya, MPR telah mengubah UUD 1945 sebanyak dua kali. Pertama dalam Sidang Umum tahun 1999, sedangkan perubahan selanjutnya yang kedua dilakukan dalam Sidang Tahunan 2000. Pada perubahan yang pertama, MPR mengubah 9 pasal UUD 1945 yang berkenaan dengan soal kewenangan eksekutif-legislatif serta pembatasan masa jabatan eksekutif (presiden). Sedangkan pada perubahan yang kedua, MPR tidak hanya mengubah tapi juga menambah muatan materi yang terkandung didalamnya. Perubahan dan penambahan itu menyangkut soal wilayah negara, warga negara dan penduduk, hak asasi manusia, kewenangan DPR, Pemerintahan Daerah (otonomi daerah), Pertahanan dan Keamanan Negara, Bendera, Bahasa, Lambang Negara dan Lagu kebangsaan.

Diakui bahwa dalam perubahan UUD 1945 itu ada beberapa kemajuan, terutama dengan dimuatnya soal hak asasi manusia. 


   



 UUD 1945 diamandemenkan sebanyak 4 kali. 




1. Perubahan Pertama UUD 1945, adalah perubahan pertama pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai hasil Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1999 14 - 21 Oktober 1999.  UUD 1945 yang pertama kali di amandemenkan adalah pasal 5 ayat 1, pasal 7, pasal 9, pasal 13 ayat 2, pasal 14, pasal 15, pasal 17 ayat 2 dan 3, pasal 20 dan pasal 21.
  • Pasal 5

    (1) Presiden memegang kekuasan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan rakyat.
    diubah menjadi :
    (1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

    Pasal 7

    Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali.
    diubah menjadi :
    Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

    Pasal 9

    Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:
    Sumpah Presiden (Wakil Presiden):
    "Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa."
    Janji Presiden (Wakil Presiden):
    "Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa". 1)
    diubah menjadi :
    (1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:
    Sumpah Presiden (Wakil Presiden):
    "Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa."
    Janji Presiden (Wakil Presiden):
    "Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa". 1)
    (2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah Agung.

    Pasal 13

    (1) Presiden mengangkat duta dan konsul.
    (2) Presiden menerima duta Negara lain.
    diubah menjadi :
    (1) Presiden mengangkat duta dan konsul.
    (2) Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
    (3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

    Pasal 14

    Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi.
    menjadi :
    1. Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
    2. Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat

    Pasal 15

    Presiden memberi gelaran, tanda dyasa dan lain-lain tanda kehormatan.
    menjadi :
    Presiden memberi gelar tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang.

    Pasal 17

    2. Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
    3. Menteri-menteri itu memimpin Departemen Pemerintahan.
    menjadi :
    2. Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
    3. Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

    Pasal 20

    1. Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakiln rakyat.
    2. Jika sesuatu rantjangan undang-undang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan rakyat, maka rantjangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan rakyat masa itu.
    menjadi :
    1. Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
    2. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
    3. Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.
    4. Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

    Pasal 21

    1. Anggota-anggota Dewan Perwakilan rakyat berhak memajukan rancangan undang-undang.
    2. Jika rancangan itu, meskipun disetudjui oleh Dewan Perwakilan rakyat, tidak disahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan rakyat masa itu.
    menjadi :
    Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang-undang.
        
2. Perubahan Kedua UUD 1945, adalah perubahan kedua pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai hasil Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2000  tanggal 7 - 18 Agustus 2000. UUD 1945 yang kedua kali di amandemenkan adalah
  1. Pasal 18
  2. Pasal 18A
  3. Pasal 18B
  4. Pasal 19
  5. Pasal 20
  6. Pasal 20A
  7. Pasal 22A
  8. Pasal 22B
  9. BAB IXA WILAYAH NEGARA
    1. Pasal 25E
  10. 10 BAB X WARGA NEGARA DAN PENDUDUK
    1. Pasal 26
    2. Pasal 27
  11. 11 BAB XA HAK ASASI MANUSIA
    1. Pasal 28A
    2. Pasal 28B
    3. Pasal 28C
    4. Pasal 28D
    5. Pasal 28E
    6. Pasal 28F
    7. Pasal 28G
    8. Pasal 28H
    9. Pasal 28 I
    10. Pasal 28J
  12. BAB XII PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA
    1. Pasal 30
  13. BAB XV BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN
  1. Pasal 36A
  2. Pasal 36B
  3. Pasal 36C 

3. Perubahan Ketiga UUD 1945, adalah perubahan ketiga pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai hasil Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2001 tanggal 1 - 9 November 2001 Perubahan Ketiga menyempurnakan dan menambahkan pasal-pasal berikut:
  1. Pasal 1
  2. Pasal 3
  3. Pasal 6
  4. Pasal 6A
  5. Pasal 7A
  6. Pasal 7B
  7. Pasal 7C
  8. Pasal 8
  9. Pasal 11
  10. Pasal 17
  11. BAB VIIA DEWAN PERWAKILAN DAERAH
    1. Pasal 22C
    2. Pasal 22D
  12. BAB VIIB PEMILIHAN UMUM
    1. Pasal 22E
    2. Pasal 23
    3. Pasal 23A
    4. Pasal 23C
  13. BAB VIIIA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
    1. Pasal 23E
    2. Pasal 23F
    3. Pasal 23G
  14. Pasal 24
  15. Pasal 24A
  16. Pasal 24B
  17. Pasal 24C

4. Perubahan Keempat UUD 1945, adalah perubahan keempat pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai hasil Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2002 tanggal 1-11 Agustus 2002. Perubahan Keempat menyempurnakan dan menambahkan pasal-pasal berikut:
  1. Pasal 2
  2. Pasal 6A
  3. Pasal 8
  4. Pasal 11
  5. Pasal 16
  6. BAB IV DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG
    1. Pasal 23B
    2. Pasal 23D
    3. Pasal 24
  7. BAB XIII PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
    1. Pasal 31
    2. Pasal 32
  8. BAB XIV PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
    1. Pasal 33
    2. Pasal 34
  9. Pasal 37
  10. ATURAN PERALIHAN
    1. Pasal I
    2. Pasal II
    3. Pasal III
  11. ATURAN TAMBAHAN
    1. Pasal I
    2. Pasal II

Wida Adelia 8D
HMTL:Indonesia Flag Orb